Seni rupa merupakan cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan, berbagai jenis seni antara lain seni lukis, seni patung, seni grafis, media baru dan pertunjukan. Suku Kemak salah satu dari empat suku (tiga suku lainnya, suku Tetun, suku Marae/Bunag, dan suku Dawan) di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Suku Kemak mempunyai warisan budaya takbenda berupa seni rupa yang diaplikasikan dalam bentuk kain tenun ikat Suku Kemak yang diberi nama “Pa’a” dan “Marobo”. Dinamakan tenun ikat karena bahan dasar berupa benang sutra yang harus diikat (proses awal pembuatan kain tenun ikat) terlebih dahulu sebelum pewarnaan dan penenunan untuk membentuk pola. Perbendaan antara kain tenun tenun ikat pa’a dan Marobo adalah Kain tenun ikat Pa’a banyak corak warna dan di ujung tenun ikat ditutup dengan sulam, sedangkan kain tenun ikat Marobo lebih dominan hitam dan diujung tenun ikat tidak terdapat sulam. Dalam kehidupan bermasyarakat, kain tenun ikat wajib dipakai atau dibuat untuk keperluan acara adat. Acara adat yang masih dilestarikan hingga sekarang antara lain Ha'aluha (memberikan makan arwah), Ha Uma Bia (peresmian rumah adat), Tana Mate Bote (kenduri adat besar untuk arwah yang sudah meninggal dalam suku). Masing-masing ketua suku adat (Tata Gase atau Tua Adat) memimpin setiap acara adat yang dilaksanakan, semua aktivitas dilaksanakan di dalam rumah adat. Kain tenun ikat menjadi harta tak tertulis yang wajib ada ketika acara pernikahan (nikah adat) dan selain kain tenun ikat (lebar) terdapat juga selendang tenun ikat yang menjadi tradisi masyarakat Kabupaten Belu untuk menyambut tamu (dengan cara mengalungkan) yang menurut mereka dianggap sangat berarti (tidak harus pejabat). Itulah keharmonisan dan kekayaan alam yang menurut penulis tidak bias tergantikan oleh apapun.
Keresahan
Keresahan yang
dirasakan penulis berdasarkan kondisi di lapangan banyak generasi penerus yang
belum bahkan tidak tahu sejarah suku mereka, khususnya para pengrajin kain tenun
ikat yang putus digenerasi penerus (gen Z sampai dengan gen A), generasi
penerus lebih cenderung hanya focus pada perkembangan teknologi, meskipun
daerah tersebut masih massif karena termasuk daerah tertinggal. Kendala
pengrajin kain tenun ikat suku Kemak terdiri dari dua unsur yang pertama unsur
internal meliputi: kesadaran atau motivasi diri untuk melestarikan warisan budaya
lokal yang masih sangat rendah, keadaan tersebut dibuktikan dengan banyaknya
kaum Ibu-ibu yang lebih memilih berkebun/bertani sedangkan kegiatan menenun
hanya sebagai sampingan atau mengisi waktu luang saja. Banyak anak-anak suku
kemak (generasi penerus) yang tidak dilibatkan/dilatih membuat kain tenun ikat,
bahkan hasil wawancara penulis terhadap generasi penerus banyak yang tidak
mengetahui cara membuat kain tenun ikat, sehingga dikhawatirkan warisan budaya tenun
ikat dapat pudar dan menghilang beriring zaman semakin maju (fokus pada
pemanfaatan teknologi dalam beraktivitas dan berekonomi) dan anak-anak
cenderung lebih memilih merantau (ke luar NTT maupun menajadi TKI). Sedangkan
kendala kedua dari unsur Eksternal meliputi: keterbatasan alat, bahan, dan
tempat sebagai modal awal. Pengrajin tenun ikat masih menggukan cara
tradisional dalam pembuatan dari pemintalan benang, pembuatan warna, proses
pewarnaan, menenun, hingga finishing. Semua kegiatan harus dilakukan
dengan kesabaran dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Unsur Eksternal yang
kedua meliputi: strategi pemasaran produk. Di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara
Timur masih banyak daerah yang belum terfasilitasi jaringan internet dan
listrik sehingga dalam pemasaran para pengrajin masih mengandalkan teknik
jemput bola atau menunggu jika ada orang yang memesan, alternatife lainnya ikut
mendirikan stan pada event-event pameran atau acara yang dibuat oleh pemerintah
daerah, hanya saja masih menjadi kendala yaitu para pengrajin harus mempunyai
komunitas UMKM terlebih dahulu.
Solusi dan Hasil
Salah satu solusi yang penulis sebagai pendidik (guru) di SMP Negeri Sadi Kecamatan Tasifeto Timur Kabupaten Belu adalah membuat program kokurikuler dan ekstra kurikuler Pelestarian warisan budaya lokal kain tenun ikat khas suku kemak. Meskipun penulis merupakan guru pendatang (ditugaskan pemerintah pusat) dari Pulau Jawa (bertugas mulai dari 2017 s.d 2023), akan tetapi melihat fakta dilapangan seperti dipaparkan di atas ikut merasakan kesedihan dan keperihatinan, sehingga berinisiatif memunculkan program kokurikuler dan ekstra kurikuler Pelestarian warisan budaya lokal kain tenun ikat khas suku kemak. Awal program dilaksanakan pada tahun 2020 dan puji syukur masih dilaksanakan hingga tahun ini (2025). Harapan penulis secara pribadi, putra daerah dapat melestarikan warisan budaya kain tenun ikat khas suku kemak, sehingga mereka dapat mengetahui dan bercerita tentang sejarahnya, apa saja motif dan makna dari masing-masing motif kain tenun ikat, selain itu mereka melestarikan pewarnaan alami, pemintalan benang dan menenun secara tradisional. SMP Negeri Sadi dapat membentuk kelompok pengrajin kain tenun ikat bertujuan melestarikan dan mempromosikan warisan budaya lokal sebagai identitas suku kemak yang bernilai ekonomis.



.jpeg)

.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)









